Awal Kepemimpinan Megawati
A. Awal Kepemimpinan Megawati
Megawati Soekarnoputri dilahirkan di Yogyakarta, tanggal 23
Januari 1947. Mega, begitu sering ia dipanggil, menjabat sebagai Presiden
Repubik Indonesia kelima mulai tanggal 23 Juli 2001 melalui Sidang Istimewa
MPR.[1]
Masa lalu Megawati yang dipenuhi dengan berbagai macam
petualangan politik, membuat Mega begitu tegar dalam menghadapi lawan-lawan
politiknya. Saat menjabat sebagai presiden Republik Indonesia, Megawati
dikritik habis-habisan karena gaya kepemimpinannya yang lebih banyak diam,
selalu menghindari wartawan dan tidak mau berbicara banyak dalam forum-forum
resmi.[2]
Masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri dari tahun 2001
ditandai dengan sedikit saja pencapaian. Megawati tidak mewarisi karisma dari
Ayahnya, Soekarno, tidak teralu kompeten dalam urusan administrasi dan
kepemimpinan serta dalam sikap yang pasif dan tertutup, tidak jauh berbeda
dengan gaya Soeharto.[3] Suaminya, Taufik Kiemas dipandang sebagai dalang di
balik panggung kekuasaannya, seorang praktisi politik dan fasilitator keuangan
yang andal.[4]
Siapa saja yang menjadi presiden Republik Indonesia pada
tahun 2001 pasti menghadapi permasalahan besar yang merupakan warisan
pemerintahan Soeharto, krisis ekonomi dan sosial yang menyertai lengsernya Soeharto
dan kegagalan Habibie serta Abdurrahman Wahid untuk mengatasi hal ini. Korupsi
semakin merajalela dan bahkan mungkin lebih buruk daripada masa Soeharto.
Meskipun hingga kadar tertentu terjadi pemulihan di dalam investasi dalam dan
luar negeri, korupsi, bersama dengan lingkungan umum yang ditandai oleh
ketidakpastian hukum dan sistem peradilan yang benar-benar busuk, telah
memastikan bahwa investasi tersebut tidak mencapai tingkatan yang dibutuhkan
untuk memulihkan ekonomi. [5]
B. Kegagalan Pemerintahan
Salah satu hal yang paling mencolok dalam pemerintahan
Megawati Soekarnoputri adalah tentang maraknya privatisasi BUMN.
Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara
umum dapat diartikan bahwa kepemilikan BUMN oleh negara dihilangkan atau paling
tidak diminimalisir karena kepemilikan atau pengelolaan berpindah ke tangan
swasta. Kepemilikan publik berubah menjadi kepemilikan privat. Hal ini dapat
dikatakan menyimpang karena pada dasarnya BUMN adalah salah satu sarana
pemasukan kepada Negara yang harus dipertimbangkan dengan seksama.
Penyimpangan ini terjadi misalnya dalam kebijakan
privatisasi PT. Semen Gresik dan PT Indosat. Privatisasi juga banyak dikecam
karena dipandang merugikan negara triliunan rupiah akibat harga jualnya yang
terlalu murah. Keputusan pemerintah pada waktu itu untuk menjual PT Semen
Gresik dan PT Indosat sebagai cara cepat untuk mendapatkan dana segar guna
menutupi defisit APBN cenderung tidak menunjukkan langkah strategis ke depan
yang ingin dicapai pemerintah dalam konteks perencanaan pembangunan, khususnya
di sektor industri. Privatisasi tersebut juga sangat elitis dan tidak
melibatkan partisipasi masyarakat luas dalam hal kepemilikan saham. [6]
Banyak kalangan menilai pemerintahan Megawati gagal,
walaupun Megawati berpendapat bahwa Ia hanya meneruskan pemerintahan
Abdurrahman Wahid sehingga tidak optimal.
Kegagalan itu dapat dilihat dari aksi-aksi mahasiswa yang
mengkritisi pemerintahan Megawati saat itu menunjukkan eskalasi. Protes
mahasiswa menyangkut prakti KKN yang diindikasikan semakin marak, privatisasi
BUMN yang semakin intensif, penanganan BLBI yang terkesan kian longgar, serta
harga-harga barang yang terus membumbung. [7]
Hal ini juga terkait dengan kebijakan pemerintah yang
menaikan harga BBM dan kemudian disusul kenaikan TDL dan telepon sehingga
kehidupan, khususnya kaum bawah menjadi susah.[8]
Tanpa disimpulkan, kegagalan dapat pula terlihat dengan
menurunnya suara PDI-P pada pemilu 2004 dan kegagalan Megawati untuk terpilih
menjadi presiden pada periode berikutnya. Hal ini adalah indikasi kepercayaan
rakyat yang menurun dengan melihat penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya.
Presiden Megawati Soekarnoputri (Juli 2001
Oktober 2004)

Pada masa Presiden
Megawati Soekarnoputri, menurutnya pemerintah terus melanjutkan privatisasi
BUMN sebagai upaya penyehatan kondisi keuangan negara. Pengembangan ‘ekonomi
kerakyatan’ yang dalam rangka memberdayakan masyara kat, meningkatkan
kesejahteraan dan memperkuat ketahanan ekonomi sosial khususnya menekan defisit
anggaran dan perbaikan kinerja ekspor, penekanannya dilakukan melalui
pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi.
"Pada era ini, pembangunan fisik relatif terbatas. Kendati kondisi ekonomi sudah mulai lebih membaik, namun rata-rata angka pertumbuhan masih pada kisaran angka 4.6% per tahun," katanya.
Chairul menambahkan pada masa pemerintah Presiden Megawati pula diterbitkan UU Ketenagakerjaan pada tahun 2003, menandai kebijakan tenaga kerja yang jauh lebih menekankan perlindungan kepada pekerja.
"Pada akhir masa jabatannya, Presiden Megawati juga mengeluarkan UU Sistem Jami nan Sosial Nasional (SJSN) yang menjadi landasan dari program Jaminan Sosial ke depannya," katanya.
Sehingga sampai dengan saat ini, lanjut Chairul, Sistem Jaminan Sosial Nasional ini masih belum dapat terlaksana sepenuhnya. Salah satunya adalah karena dalam proses persiapannya, SJSN tersebut tidak dilengkapi dengan perhitungan aktuaria baik di tingkat mikro dan makro yang memadai.
"Pada era ini, pembangunan fisik relatif terbatas. Kendati kondisi ekonomi sudah mulai lebih membaik, namun rata-rata angka pertumbuhan masih pada kisaran angka 4.6% per tahun," katanya.
Chairul menambahkan pada masa pemerintah Presiden Megawati pula diterbitkan UU Ketenagakerjaan pada tahun 2003, menandai kebijakan tenaga kerja yang jauh lebih menekankan perlindungan kepada pekerja.
"Pada akhir masa jabatannya, Presiden Megawati juga mengeluarkan UU Sistem Jami nan Sosial Nasional (SJSN) yang menjadi landasan dari program Jaminan Sosial ke depannya," katanya.
Sehingga sampai dengan saat ini, lanjut Chairul, Sistem Jaminan Sosial Nasional ini masih belum dapat terlaksana sepenuhnya. Salah satunya adalah karena dalam proses persiapannya, SJSN tersebut tidak dilengkapi dengan perhitungan aktuaria baik di tingkat mikro dan makro yang memadai.
Komentar
Posting Komentar